Abstract

The main objective of this research is to analyze the ratio analysis of capital, liquidity, profitability, and non-performing financing (NPF) at KSPPS BTM Surya Umbulharjo Yogyakarta. This research is quantitative with a descriptive approach. Source of research data derived from primary and secondary documentation Annual Members Meeting (RAT). The research data analysis technique used is descriptive statistical analysis. This approach is used to provide an overview of the financial performance of KSPPS BTM Surya Umbulharjo Yogyakarta. The results showed that the BTM capital ratio during the study period showed a healthy category, the liquidity ratio was in the liquid category, the profitability ratio showed in the low category, and the NPF ratio showed in the sufficient category.

Pendahuluan

Pada awalnya Muhammadiyah bergerak sebagai gerakan sosial keagamaan yang memberikan kontribusi bagi kemajuan masyarakat Islam, khususnya di Indonesia. Selain bergerak dalam bidang Pendidikan dan Kesehatan, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan melalui ijtihad dan tajdidnya juga memberikan perhatian pada bidang ekonomi. Salah satu bagian dalam organisasi persyarikatan Muhammadiyah adalah Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Muhammadiyah yang memiliki fokus agenda pada pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Ada dua hal yang menjadi alasan Muhammadiyah mengembangkan usaha perekonomian. Alasan pertama, Muhammadiyah memiliki keyakinan untuk tetap mengerjakan amal usaha di bidang bisnis. Hal itu dikarenakan amal usaha ini tidak kalah strategisnya dibandingkan amal usaha-amal usaha Muhammadiyah yang lain, seperti pendidikan, rumah sakit, maupun dakwah keagamaan. Kedua, Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk mengerjakan amal usaha ini didukung dengan beberapa hal, diantaranya banyaknya birokrat yang terlibat aktif dalam organisasi Muhammadiyah, kader-kader hasil pendidikan Muhammadiyah, pengusaha-pengusaha sukses di kalangan Muhammadiyah, dan jumlah anggota Muhammadiyah yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia1.

Organisasi Muhammadiyah sebagai komunitas berbasis keagamaan Islam telah berkembang pesat sejak didirikan pada tahun 1912. Amal usaha Muhammadiyah berdiri dan berkembang dengan baik di seluruh pelosok tanah air bah­kan sampai mancanegara, namun banyak pula yang kurang baik2. Abad yang ke 2, Muhammadiyah telah mencanangkan ekonomi sebagai bidang dakwah yang akan dikembangkan. Salah satu wujud dari dakwah ekonomi tersebut adalah dengan mendirikan Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM). Berbeda dari baitul maal wa tamwil (BMT), BTM melaksanan transaksi dana masuk dan dana keluar yang bersifat sosial ditiadakan karena BTM dikelola oleh lembaga tersendiri. BTM hanya mengelola transaksi dana keluar dan dana masuk yang bersifat komersial saja. Dana sosial di Kelola mandiri oleh Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (LAZISMU).

Keuangan mikro syariah pada dasarnya adalah keuangan mikro tanpa adanya bunga karena disediakan pembiayaan tanpa bunga agar sesuai dengan prinsip pembiayaan syariah3. Keuangan mikro Islam juga memaksimalkan layanan sosial menggunakan zakat, infaq dan sadaqah (bentuk solidaritas kepada orang yang kurang mampu untuk mendapatkan berkah dari Allah SWT dan membersihkan kekayaan seseorang) untuk dapat memenuhi pembiayaan bagi inidvidu yang tidak mampu4. Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dalam lembaga keuangannya baik yang konvensional ataupun model lembaga mikro syariah 5. Selanjutnya5 menambahkan bahwasanya model keuangan konvensional sudah ada sejak lama, keuangan syariah dimulai di Indonesia relatif baru, yaitu pada tahun 1990an. Praktik keuangan Islam di Indonesia dimulai pada tahun 1993 dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia6. Ketika keuangan Islam mulai dirasakan diakui dan dirasakan manfaatnya, keuangan mikro syariah juga berkembang pada tahun 1990-an melalui lembaga formal seperti bank syariah dan bank perkreditan rakyat syariah (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), dan lembaga non perbankan seperti koperasi syariah, yaitu Koperasi Pesantren dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)7.

Secara umum, LKM Islam di Indonesia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), BPR (Islamic Rural Bank) dan micro-banking syariah, yang ditawarkan oleh bank syariah. Dalam hal klien, mereka memiliki kelompok sasaran yang berbeda. Terlepas dari ketiganya lembaga yang menyediakan sejumlah kecil pembiayaan untuk BMT, mereka biasanya melayani yang terendah kelompok pendapatan karena sebagian besar klien mereka adalah pengusaha mikro atau pedagang kecil secara tradisional pasar dan kadang-kadang petani di daerah pertanian. Segmen pelanggan penting dari BMT adalah masyarakat golongan menengah ke bawah yang dalam piramida ekonomi termasuk dalam kategori bawah 8. Kemiskinan telah menjadi perhatian utama di hampir semua negara di dunia. Oleh karena itu, Bank Dunia menggambarkan kondisi kemiskinan sebagai kondisi dimana orang yang memiliki penghasilan kurang dari US $ 2 per hari dan diperkirakan sekitar 40% dari populasi dunia sekarang hidup di bawah garis kemiskinan 8.

Sementara BPRS melayani pendapatan kelompok lebih rendah, yaitu mereka yang memiliki bisnis lebih stabil atau mapan dan mungkin diklasifikasikan sebagai pengusaha kecil daripada pengusaha mikro, untuk perbankan mikro syariah, mereka menawarkan layanan untuk kelompok berpenghasilan rendah dan menengah dan beberapa klien mereka berasal kelompok pendapatan serupa dengan klien BPRS 9. 10,11,12 serta 13 berpendapat bahwa BMT mampu melakukan banyak peran dalam masyarakat lokal (sekitar BMT), seperti agen perubahan sosial dan ekonomi, pusat amal atau pengumpulan dana social, serta BMT telah dikelola independen terlepas dari pemerintah atau subsidi uang negara. Untuk mengurangi kendala sosial-ekonomi serta berbagai masalah kemiskinan, BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang ideal dalam memuat doktrin moralitas agama ketuhanan, budaya dan nilai lokal serta metodologi keuangan yang berbeda dengan Lembaga keuangan lainnya12.

Beberapa kasus, Muhammadiyah masih menggunakan istilah BMT, maka Baitul Maal-nya melekat pada LAZISMU. Konsep ini mungkin akan lebih mempercepat perkembangan Lazismu,karena kantor operasionalnya menjadi satu dengan BMT sehingga bisa beroperasi setiap hari. Anggota Muhammadiyah mendirikan BTM/BMT yang beranggotakan orang-per orang (bukan badan hukum) yang seluruhnya atau sebagian diantaranya adalah anggota Persyarikatan Muhammadiyah dan beroperasi di lingkungan Muhammadiyah.

Perkembangan jaringan kantor BTM telah tersebar diseluruh wilayah Indonesia dan berperan penting dalam memberdayakan ekonomi umat. Hal ini didasarkan pada data Asosiasi BTM Indonesia/Absindo jumlah BTM tahun 2017 sudah lebih dari 5.50014. Oleh karena itu, tidak heran jika Indonesia, Bangladesh, dan Afghanistan termasuk dalam 3 negara yang memiliki jumlah 80% global Islamic Microfinance15. Untuk negara mayoritas muslim seperti Indonesia, lembaga keuangan mikro syariah berpotensi menjadi model terbaik untuk mobilisasi dana di antara golongan menengah ke bawah karena memberikan kombinasi intermediasi sosial dan modal sosial dengan nilai tambah keuangan Islam (16 dan 17).

Beberapa penelitian telah dilakukan yang menggambarkan kinerja keuangan BTM di Indonesia. Penelitian 18 menilai kesehatan BMT At-Taqwa Muhammadiyah di Sumetera Barat dengan ukuran kinerja permodalan, kualitas aktiva produktif, efisiensi, likuiditas dan kepatuhan prinsip syariah. 19 melakukan penelitian dengan ukuran kinerja keuangan current rasio, rasio leverage, rasio ROA, dan ROE di BTM Bina Masyarakat Utama di Bandar Lampung periode 2017.

Studi lain20 melakukan penelitian dengan ukuran kinerja Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Financing to Depocit Ratio (FDR), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap profitabilitas LKMS BTM Se-Kabupaten Pekalongan.21 menilai kesehatan dengam ukuran kinerja permodalan, aspek kualitas aktiva produktif, aspek manajemen, aspek rentabilitas, dan aspek likuiditas di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Baitul Tamwil Muhammadiyah Rasau Jaya tahun 2014-2015.22 menguji faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi BMT/BTM di Pekalongan dengan variabel kinerja regulasi, supervisi, kapasitas lembaga, dan kondisi makro ekonomi.

Studi yang dilakukan oleh 18 menilai kesehatan BMT At-Taqwa Muhammadiyah di Sumetera Barat. Metodologi pengumpulan data menggunakan cara interview dan dokumentasi. Penilaian kesehatan BTM diukur menggunakan variabel permodalan, kualitas aktiva produktif, efisiensi, likuiditas dan kepatuhan prinsip syariah. Berdasarkan penelitian18 menunjukkan permodalan yang diproksi dengan rasio CAR kriteria sehat pada tahun penelitian. Kualitas Aktiva Produktif yang diproksi NPF tahun 2014 dan tahun 2015 kriteria rasio sehat, dan tahun 2016 kriteria rasio kurang sehat. Tahun 2014 dan 2016 variabel efisiensi pada biaya operasional terhadap partisipasi bruto menunjukkan kriteria rasio tidak sehat dan tahun 2015 cukup sehat. Pada rasio aktiva tetap terhadap total aset tahun 2014 rasio dengan kriteria sehat. Rasio efisiensi pelayanan tahun 2014 memiliki kriteria tidak sehat. Variabel likuiditas pada rasio kas tahun 2014 dan 2016 rasio dengan kriteria tidak sehat, namun di tahun 2015 mendapat rasio dengan kriteria kurang sehat. Rasio pembiayaan terhadap dana yang diterima tahun 2014 mendapat rasio dengan kriteria kurang sehat. Variabel kepatuhan prinsip syariah dikategorikan patuh.

Studi lain itu,19 melakukan penelitian di BTM Bina Masyarakat Utama di Bandar Lampung dengan mengukur performa keuangan periode 2017 menunjukkan bahwa current rasio dibawah 100, rasio leverage menunjukkan nilai lebih dari 80 artinya bahwa hutang masih mendominasi. Rasio ROA dan ROE berada di bawah 1% yang memiliki arti keuntungan sangat rendah.

20 menganalisis pengaruh Financing to Depocit Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Non-Performing Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap profitabilitas LKMS BTM Se-Kabupaten Pekalongan. Obyek dalam penelitian ini BTM-BTM Se-Kabupaten Pekalongan yang berada dibawah naungan PUSAT BTM Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan selama 4 tahun pengamatan, yaitu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis linear berganda dan sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik terhadap sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Depocit Ratio (FDR), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) sedangkan variabel Non-Performing Financing (NPF) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA).

21 menilai kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BTM Rasau Jaya tahun 2014 sampai 2015 dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian kesehatan Koperasi tahun 2014 memperoleh skor 73,23, tahun 2015 memperoleh skor 73,17 sehingga rata-rata skor 73,2 dengan predikat cukup sehat. Rendahnya skor penilaian pada aspek likuiditas akan memengaruhi predikat cukup sehat. Aspek likuiditas yang dimaksud yaitu dana yang diterima lebih kecil dari pada pinjaman yang diberikan sehingga rasio yang didapatkan tinggi. Oleh sebab itu, untuk menunjang pelayanan kepada anggota yang ingin melakukan simpan pinjam maka koperasi harus meningkatkan modal sendiri dan modal pinjaman.

Studi yang dilakukan oleh22 menguji faktor-faktor yang dapat memengaruhi eksistensi BMT/BTM di Pekalongan dengan menggunakan variabel regulasi, supervisi, kapasitas lembaga, dan kondisi makro ekonomi. Jumlah sampel sebanyak 24 Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) di kota dan Kabupaten Pekalongan. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh jajaran pimpinan BMT. Data kuesioner kemudian dianalisis dengan regresi sederhana. Hasil dari penelitian22 menunjukkan bahwa variabel regulasi, supervisi, kapasistas lembaga, dan kondisi makro ekonomi berpengaruh positif terhadap eksistensi BMT/BTM di Pekalongan secara bersama-sama, tetapi tidak signifikan.

Berdasarkan adanya perbedaan ukuran kinerja pada penelitian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini untuk menilai kinerja KSPPS BTM Surya Umbulharjo Yogyakarta periode 2017-2020 berdasarkan Peraturan Menteri No.17 Tahun 2015. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat sebagian besar temuan sebelumnya menggunakan pendekatan klasik, sehingga penelitian ini untuk mengisi gap permasalahan tersebut. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada bukti empiris terbaru, terutama pada objek kajian kinerja keuangan BTM yang relatif jarang diteliti.

Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Desain deskriptif yang dimaksud adalah menggambarkan keadaan aslinya dari tempat penelitian, sehingga digunakan metode numerik dan grafis untuk mengenali pola sejumlah data23. Dengan menggunakan desain deskriptif penelitian ini dapat merangkum informasi tentang kinerja keuangan menggunakan rasio Permodalan, Likuiditas, Rentabilitas, dan Pembiayaan bermasalah (NPF di KSPPS BTM Surya Umbulharjo Yogyakarta. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari dokumentasi Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Teknik analisis data penelitian yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Pendekatan deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan fakta yang terjadi pada variabel yang diteliti sehingga dapat memberikan gambaran tentang kinerja keuangan KSPPS BTM Surya Umbulharjo Yogyakarta. Analisis deskriptif didasarkan pada hasil yang didapatkan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif persentase yaitu penyajian data dengan menyajikan tabulasi atau tabel, grafik atau gambar dan angka-angka statistik sederhana.

Hasil dan Pembahasan

Penilaian Kinerja Keuangan Permodalan

Kinerja permodalan BTM Surya Umbulharjo menunjukkan fluktuasi di empat tahun terakhir Figure 1. Tahun 2016 dan 2017 kinerja permodalan sebesar 11,52% dan 11,76%. Tahun 2018 dan 2019 masing-masing rasio sebesar 9,21% dan 9,46%. Meskipun, selama periode dua tahun terakhir dari observasi data penelitian mengalami penurunan kinerja keuangan permodalan, namun dapat disimpulkan bahwa BTM dalam kategori sehat. Artinya, semakin tinggi rasio ini memberikan indikasi bahwa semakin sehat BTM. Dengan kata lain, suatu BTM disebut sehat jika BTM tersebut dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya serta mampu mengelola keuangan dan mengatur manajemennya dengan baik. Sebaliknya, BTM disebut tidak sehat jika tidak dapat menjaga pengeluaran dan pendapatan. Hal ini dimaksudkan agar BTM dapat menjaga likuiditas keuangan sebagai implementasi prinsip-prinsip kehati-hatian dan keamanan dana yang diinvestasikan oleh anggota.

Graph 1.Kinerja Permodalan BTM

Sumber: BTM Surya Umbulharjo, diolah peneliti (2020)

Berdasarkan data statistik permodalan BTM selama periode penelitian menunjukkan kategori sehat Table 1 sesuai dengan kriteria Peraturan Menteri No.17 Tahun 2016.

Rasio Permodalan (%) Nilai Bobot Skor Skor Kriteria
0 0 5 0
5 24 5 1,25 0-1,25 Tidak Sehat
10 50 5 1,50 1,26 - 2,50 Kurang Sehat
15 75 5 3,75 2,51 – 3,75 Cukup Sehat
20 100 5 5,0 3,76 – 5 Sehat
Table 1.Kriteria Penilaian Permodalan BTM

Sumber: Perdep No: 07/Per/Dep.6/IV/2016

Penilaian Kinerja Keuangan Likuiditas

Kinerja keuangan dalam aspek likuiditas menunjukkan bahwa BTM Surya Umbulharjo mempunyai kemampuan yang baik dalam menutup kewajiban lancar dalam periode penelitian ini yang tercermin tahun 2016-2019 Figure 2 rasio sebesar 23,57%, 21,4%, 35,57% dan 46,93%. Rasio likuiditas merupakan instrumen untuk mengetahui kemampuan sebuah institusi bisnis dalam memanagemen keuangan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Dengan kata lain, BTM disebut likuid jika mampu memenuhi kebutuhan jangka pendek berupa aktiva lancar kepada anggota secara tepat waktu.

Graph 2.Kinerja Likuiditas BTM

Sumber: BTM Surya Umbulharjo, diolah peneliti (2020)

Berdasarkan kriteria yang diatur Peraturan Menteri Table 2 maka, kinerja keuangan likuiditas BTM dalam kategori likuid.

Rasio Likuiditas (%) Kredit (%) Skor Kriteria
< 14 dan >56 25 10% 2,5 Tidak Likuid
(14 - 20) dan (46 - 56) 50 10% 5 Kurang Likuid
(21 - 25) dan (35 - 45) 75 10% 7,5 Cukup Likuid
(26 – 34) 100 10% 10 Likuid
Table 2.Kriteria Penilaian Likuiditas

Sumber: Perdep No: 07/Per/Dep.6/IV/2016

Penilaian Kinerja Keuangan Rentabilitas

Indikator rentabilitas menggunakan Return on Asset (ROA) dimana rasio untuk mengukur kemampuan BTM dalam menghasilkan keuntungan dengan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA suatu BTM, semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh BTM, dan semakin efektif juga dalam memproduktifkan aktivanya. Berdasarkan data yang disajikan dalam Laporan Rapat Anggota Tahunan, tingkat rasio ROA tahun 2016-2017 masing-masing sebesar 1,49% dan 1,15%. Sedangkan tahun 2018 dan 2019 menunjukkan penurunan kinerja dari dua tahun sebelumnya yaitu 0,9% dan 0,67%.

Graph 3.Kinerja Rentabilitas BTM

Sumber: BTM Surya Umbulharjo, diolah peneliti (2020)

Berdasarkan data statistik kinerja rentabilitas dilakukan penilaian terhadap Peraturan Menteri menunjukkan bahwa BTM dalam kategori rendah.

Rasio Rentabilitas (%) Kredit (%) Skor Kriteria
< 5% 25 3 0,75 Rendah
5 - 7,4 50 3 1,50 Kurang
7,5 – 10 75 3 2,25 Cukup
>10 100 3 3,00 Tinggi
Table 3.Kriteria Penilaian Rentabilitas

Sumber: Perdep No: 07/Per/Dep.6/IV/2016

Penilaian Kinerja Keuangan Pembiayaan Bermasalah (NPF)

Indikator kualitas aktiva produktif BTM dapat diukur dari tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) yang telah disalurkan kepada seluruh anggota. Berdasarkan data tingkat NPF Figure 4 tahun 2016 dan 2017 sebesar 5,23% dan 6,27%. Pada tahun 2018 dan 2019 mengalami penuruan NPF yang ditunjukkan dengan nilai sebesar 5,23% dan 5,42%. Data ini menunjukkan indikasi bahwa NPF BTM berada dalam posisi yang tinggi. Semakin tinggi rasio NPF berimplikasi terhadap turunnya pendapatan, sebaliknya, semakin rendah rasio NPF menunjukkan BTM mempunyai kinerja yang baik dalam mengelola pembiayaan.

Graph 4.Kinerja NPF

Sumber: BTM Surya Umbulharjo, diolah peneliti (2020)

Berdasarkan data statistik kinerja NPF dilakukan penilaian terhadap Peraturan Menteri menunjukkan bahwa BTM dalam kategori cukup.

Rasio Pembiayaan Bermasalah terhadap Pembiayaan yang Diberikan (%) Nilai Bobot (%) Skor Kriteria
> 12% 25 3 0,75 Rendah
9 - 12 50 3 1,50 Kurang
5 – 8 75 3 2,25 Cukup
< 5 100 3 3,00 Tinggi
Table 4.Kriteria Penilaian NPF

Sumber: Perdep No: 07/Per/Dep.6/IV/2016

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa rasio permodalan BTM selama periode penelitian menunjukkan kategori sehat, rasio likuiditas BTM dalam kategori likuid, rasio rentabilitas menunjukkan bahwa BTM dalam kategori rendah dan rasio NPF menunjukkan bahwa BTM dalam kategori cukup. Rekomendasi temuan ini kepada pengelola adalah untuk meningkatkan kinerja dalam semua rasio yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan ke anggota dan masyarakat. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan untuk menginvestigasi rasio-rasio lain yang lebih mencerminkan kinerja secara keseluruhan seperti aspek manajemen.

References

  1. Abdelkader, Ines Ben, and Asma Ben Salem. 2013. “Islamic vs Conventional Microfinance Institutions : Performance Analysis in MENA Countries.” International Journal of Business and Social Research (IJBSR) Volume-3,: 219–33.
  2. Abdul Rahman, R., & Dean, F. 2013. “Challenges and Solutions in Islamic Microfinance.” Humanomics 29 (4): 293–306. doi:10.1108/H-06-2012-0013.
  3. Cooper dan Schindler. 2014. Bussiners Research Method. New York: McGrawHill.
  4. Effendi, J. 2013. “The Role of Islamic Microfinance in Poverty Alleviation and Environmental Awareness an Pasuruan, East Java, Indonesia.” In Universitatsverlag Gottingen, 1–150.
  5. Hassan, A. 2014. “The Challenges in Poverty Alleviation: Role of Islamic Microfinance and Social Capital.” Humanomics 30 (1): 76–90. doi:10.1108/H-10-2013-0068.
  6. Ismanto, Kuat. 2015. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi BMT/BTM Di Pekalongan.” Jurnal Litbang Kota Pekalongan Vol 9 (January 2015).
  7. Karuniawati, Annisa. 2018. “Kontribusi Pembiayaan Mudarabah Terhadap Peningkatan Ekonomi Anggota di BTM ‘Surya Melati Abadi’ Cabang Mojo Kediri”.
  8. Kholis, N. 2009. “The Contribution of Islamic Microfnance Institution in Increasing Social Welfare in Indonesia (A Case Study of BMT’s Role at Pakem Market Micro Traders in Yogyakarta).”
  9. Lesmana, T. 2008. “‘The Role of Islamic Micro Fnancial Cooperatives (Baitul Maal Wat Tamwil) in Local Economic Development: Case Study of Three Provinces in Indonesia.’” Journal of Islamic Business and Economics 56 (1): 45–49.
  10. Lubis, M. Z. M dan Yatma, B. A. 2018. “Penilaian Kesehatan Bmt At-Taqwa Muhammadiyah Sumatera Barat.” JEBI (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam) Volume 3,.
  11. Marina, Anna. 2012. “Meningkatkan Kinerja Berbasis Nilai-Nilai Ekonomi Pada Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan” 15 (1912): 171–82.
  12. Masyita, D., & Ahmed, H. 2013. “Why Is Growth of Islamic Microfinance Lower than Its Conventional Counterparts in Indonesia?” Islamic Economic Studies 21 (1): 35–62. doi: 10.12816/0000239.
  13. Maulana, Hartomi, Dzuljastri Abdul Razak, and Adewale Abideen Adeyemi. 2018. “Factors Influencing Behaviour to Participate in Islamic Micro Finance.” International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management. https://doi.org/10.1108/IMEFM-05-2017-0134.
  14. Nazirwan, M. 2010. ‘Embracing the Islamic Community-Based Microfnance for Poverty Alleviation.”
  15. Wiyati, P., Yusuf, M., & Andayani, T. D. 2016. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) (Studi pada BTM Se-Kabupaten Pekalongan).” Majalah Neraca.
  16. Ruslaini, R., & Fakhrurozi, M. 2018. “Analisa Kinerja Keuangan BTM Bina Masyarakat Utama di Bandar Lampung.” I-Finance: A Research Journal on Islamic Finance Vol 4 (No 2).
  17. Saefullah, K. 2010. “Cultural Aspects on The Islamic Microfinance: An Early Observation on The Case of Islamic Microfinance Institution in Bandung, Indonesia.” In Strasbourg Workshop on Islamic Finance.
  18. Setiawan, Muhtar Adi, Bambang Budi Utomo, Pendidikan Ekonomi, Kesehatan Koperasi, and Koperasi Simpan Pinjam. 2016. “Analisis Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Syari’ah Baitul Tamwil Muhammadiyah Rasau Jaya Tahun 2014-2015.” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 5 (9).
  19. Setyawan, Dharma. 2017. “Moving Ijtihad and Tajdid on Amal USAha Muhammadiyah (Aum) in Building the Civilization of Islamic Economy.” ADDIN 11 (1): 77–100.
  20. Widiyanto, M. & Abdul Ghafar, I. 2010. “Improving the Effectiveness of Islamic Micro-Fnancing”.” Humanomics 26 (1): 66–75.
  21. Wulandari, Permata., & Kassim, Salina. 2016. “Issues and Challenges in Financing the Poor: Case of Baitul Maal Wa Tamwil in Indonesia.” International Journal of Bank Marketing 34 (2). http://dx.doi.org/10.1108/IJBM-01-2015-0007.
  22. Wulandari, Permata. 2019. “Enhancing the Role of Baitul Maal in Giving Qardhul Hassan Financing to the Poor at the Bottom of the Economic Pyramid: Case Study of Baitul Maal Wa Tamwil in Indonesia.” Journal of Islamic Accounting and Business Research 10 (3): 382–91. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2017-0005.